Komoditi andalan sebagian warga ‘Bumi Sanggam’ khususnya Kecamatan Lampihong itu, kian susah diperoleh, selain banyak yang sudah tua dan jarang renegerasi juga tak sedikit ditebang masyarakat.
Seperti Kecamatan Lampihong dan Halong
misalnya, banyak pembikin gula merah terpaksa nganggur akibat kesulitan
memperoleh bahan baku. ``Pohon aren kian menghilang, padahal, jumlah
permintaan stabil,’’ tutur Harun, salah seorang pembuat gula merah asal
Lampihong
.
.
Menurut Harun, gula merah sejatinya
mampu jadi tumpuan melanjutkan hidup bagi keluarga. Mengingat jika
distribusi bahan baku lancar, pendapatan bisa mencapai Rp50 hingga Rp100
ribu per hari. ``Bahan baku lancer, maka bergantung pemasaran. Biasanya
permintaan tak hanya datang dari Paringin saja, tetapi juga merambah ke
kabupaten tetangga seperti Barabai (HST), Amuntai (HSU) dan Tabalong,’’
sebutnya.
Diceritakan Harun, sejatinya agar tak
ngganggur dia sering memburu pohon aren hingga ke sejumlah desa di
Lampihong, bahkan hingga ke Kecamatan Batu Mandi atau perbatasan
Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Dipaparkannya, kian langkanya pohon
aren, dikabarkan lantaran masyarakat mengeskpornya untuk bahan pembuatan
dempul kapal di Pulau Jawa atau Sulawesi. ``Agar bisa bertahan, kami
terpaksa membuat gula merah berbahan campuran gula jawa dengan gula
pasir yang kualitasnya tak sebagus bahan asli,’’ bebernya.
Selanjutnya, bapa dari tiga anak ini,
membocorkan cara membikin gula merah. Dalam satu kawah, dia mencampur
sedikitnya 45 kg gula pasir plus 15 kg gula jawa. Tercampur merata
dengan mengaduknya, berikut saat temperatur panas berkurang dikeluarkan
dari kawah dan dimasukan dalam tuangan plastik berukuran sedang,
berbentuk bundar hingga tampak menarik. ``Bentuk tuangan variasi
tergantung selera, hanya ukurannya saja yang sama,’’ pungkas Harus.